POLITIK, Kapitanews.com – Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang meminta agar Sekretariat Jenderal DPR memangkas jumlah titik kegiatan reses anggota dewan menjadi 22 titik.
Puan menyebut, keputusan tersebut akan terlebih dahulu dibahas bersama pimpinan DPR lainnya sebelum diterapkan secara resmi.
“Kalau titik resesnya berkurang, tentu ada penyesuaian anggaran juga. Karena itu, kami akan diskusikan dulu konsekuensinya dengan pimpinan yang lain,” ujar Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (6/11/2025), Seperti dikutip dari Liputan6.
Menurutnya, keputusan MKD masih memerlukan pembahasan lanjutan antara pimpinan DPR dan Kesetjenan agar pelaksanaannya tidak mengganggu fungsi utama reses, yaitu menyerap aspirasi masyarakat di daerah pemilihan (dapil).
“Belum dibahas secara resmi. Keputusannya baru keluar kemarin, jadi akan kami pelajari dulu sebelum diputuskan langkah selanjutnya,” tambahnya.
Sebagai Ketua DPR perempuan pertama di Indonesia, Puan menegaskan pentingnya keseimbangan antara efisiensi anggaran dan efektivitas kerja anggota dewan.
“Reses adalah bagian penting dari fungsi representasi DPR. Karena itu, kebijakan baru harus dikaji agar tetap mendukung kinerja wakil rakyat di lapangan,” ujarnya.
Sebelumnya, MKD DPR memutuskan agar jumlah titik kegiatan reses anggota DPR dibatasi menjadi 22 titik per masa reses.
Wakil Ketua MKD, Adang Daradjatun, menyampaikan keputusan tersebut dalam sidang MKD di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (5/11/2025).
Menurut Adang, langkah ini diambil setelah adanya evaluasi terhadap pelaksanaan reses tahun 2025 yang dinilai belum berjalan optimal dan berpotensi menimbulkan penyalahgunaan dana.
“Reses merupakan kegiatan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat, sehingga harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab,” tegasnya.
MKD menilai pengelolaan dana reses harus lebih transparan dan sesuai dengan peruntukannya. Dengan pembatasan jumlah titik, diharapkan kegiatan reses bisa lebih fokus dan akuntabel.
Sebagai informasi, dana reses DPR digunakan untuk mendukung kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat di daerah pemilihan selama masa reses.
Melalui kebijakan baru ini, DPR diharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan dan hasil dari kegiatan tersebut.
